Logo TandaSalib

Ketika Seseorang Meminta Tolong

Lou Salomé, Paul Ree, dan Friedrich Nietzsche.
Lou Salomé, Paul Ree, dan Friedrich Nietzsche. Sumber: Wikimedia Commons.

Begitu Syulit Jadi Temannya

SobaTanda, pernah nggak Sobat punya seorang teman yang menyebalkan, nggak pernah nyambung, sulit dimengerti, semoga harimu Senin terus? Aku ada beberapa orang, di relasi kerja satu, relasi pelayanan dua, relasi yang sudah putus beberapa. Orang demikian kadang suka bikin diri ini nggak tahan.

Makhluk – makhluk yang asalnya dicurigai dari alam lain ini kadang membuatku frustrasi. Ada pekerjaan, tapi pesanan gak jelas. Makan bareng, topik nyeleneh. Curhat, ada rasa seperti dipermainkan. Rasanya lebih baik memandang rambut Cepak Mekar daripada memandang wajah mereka.

Kamu Bertanya – Tanya? Aku Juga

Hari ketika artikel ini ditulis (Senin), aku bergumul dengan skripsi. Ada suatu hal yang mengusik batin, waktu aku membaca tulisan Fritz (Friedrich Nietzsche) berjudul Dawn, yang sejauh kubaca mempersoalkan moralitas kelompok (herd morality). Baru membaca sampai potongan teks nomor sepuluh, tiba – tiba saja aku masuk ke sebuah alam imajiner, dimana sebuah awan kelam menutupi seluruh duniaku yang biasanya penuh burung berkicau dan bunga – bunga bermekaran dengan pikiran – pikiran yang melayang seperti layangan putus. Ada secercah cahaya di kurungan yang bentuknya seperti bola yang mengelilingi diriku, esensi jiwaku. Aku meraih cahaya itu, dan aku merasa punggungku pegal. Tacit Knowledge (intuisi) milikku bekerja, dan aku menangkap sebuah kesimpulan yang abduktif: Nietzsche sedang merasa berbeban berat. Dalam Dawn, moralitas ada untuk mengekang kreativitas individu dan menetapkan kebaikan bersama. Orang yang berani menjadi kreatif itu bukan cuma dituntut mengaku salah, ia sendiri merasa bersalah ketika ia melakukannya.

Masih Sentil Gundu? Gue Sentil Hati Nurani Dong

Aku teringat sama sebuah ajaran dari Om Levinas. Manusia mengumpulkan segala sesuatu dan menjadikan miliknya sebagai egonya, kayak matahari membuat gas Hidrogen menjadi badannya dan planet mengelilingi dirinya. Aku melanjutkan, ketika manusia berkaca dan berpikir, seperti saat aku membaca Nietzsche dan berusaha ngerjain skripsi, semua yang aku lihat dan temukan adalah diriku sendiri, egoku sendiri, dan bukan Nietzsche. Gue sering lupa, kalau Nietzsche yang menulis teks ini sering muntah – muntah dan sakit mata (entah apapun penyebabnya – kaum terpelajar berbeda pandangan atas penyebab sakitnya. Teori yang berkembang diantaranya Sifilis dan sakit saraf karena keturunan). Aku terlalu sibuk menghakimi apa yang kulihat di teks dan lupa melihat Fritz yang hidup sampai sekitar seratus dua puluh tahun lalu!

Aku merangkai hipotesis. Ada sebuah dugaan yang kumiliki. Nietzsche terlalu malu untuk minta tolong. Ia takut jadi bulan – bulanan semua orang kalau ada orang yang tahu kelemahan dan kekurangannya, maka ia membuat tulisan yang menjadi benteng dan labirin, sebuah pemberontakan pikiran yang rapi, rumit, dan halus, yang melindungi dirinya yang sebenarnya. Sombong? Ya… iya, ada unsur sombong. Pantas dibiarkan sendirian? Kasih nggak mengijinkan hal itu terjadi. Kasih mewajibkan aku untuk hadir dan terlibat dengan kesusahan orang lain. Kasih perlu mengadakan tindakan, bukan sekedar kata teguran bagi orang yang nyeleneh. Aku melihat bahwa teman – teman nyelenehku punya masalah yang sama. Di luar, mereka ada taringnya. Di dalam, mereka takut dan gentar.

Yesus Mengetuk, Kok Aku Menampol?

Aku melihat sejarah hidupku dengan mereka. Ada saat – saat ketika mereka rapuh. Mereka terkadang dikeroyok habis – habisan oleh teman – temanku. Ada saat aku menegur, ada saat aku protes dengan keras, ada saat aku kasihan dan tidak berbuat apa – apa. Aku mencari saat dimana aku berempati. Jawabannya, nyaris tidak ada. Berkaca dari Kristus, aku tidak melakukan perintahnya. Ia mengetuk hati semua orang yang pernah ada di dunia dengan rajin. Ya, jawaban Kristus: Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan (Mat 11:29). Ya, aku perlu berkaca, bukan dari diriku, melainkan dari orang lain juga, karena ada sesuatu yang bisa kupelajari dari mereka. Aku belajar untuk mengenal hati orang lain.

Kevin Reiner Hidayat

DAFTAR PUSTAKA

Dokpen KWI. Deus Caritas Est. http://www.dokpenkwi.org/wp-content/uploads/2022/01/e-Book-DG-83-DEUS-CARITAS-EST.pdf, diakses tanggal 31 Desember 2022, 17:51.

Nietzsche, Friedrich. Dawn. Diedit oleh Giorgio Colli dan Mazzino Montinari. Terjemahan Brittain Smith. Stanford: Stanford University Press, 2011.

Levinas, Emmanuel. Totality and Infinity. Terjemahan Alphonso Lingis. Pittsburgh: Duquesne University Press, 1969.